- Strategi Operasional tidak mendorong perencanaan dan pengembangan bisnis proses. Kegagalan Implementasi ERP yang pertama adalah stratefi operasi tidak mendorong perencanaan dan pengembangan bisnsi ProsesDengan menerapkan ERP, maka perusahaan harus memilih antara merubah bisnis proses yang dimilikinya untuk menyesuaikan dengan sistem ERP atau sebaliknya. Agar dapat memilih, perusahaan yang akan mengimplementasikan ERP tentunya harus sudah mempunyai bisnis proses sehingga dapat membandingkan dengan bisnis proses dari sistem ERP. Dari perbandingan tersebut, jika bisnis proses yang dimiliki perusahaan sudah matang maka tidak banyak perubahan yang dilakukan. Padahal dengan kemajuan teknologi saat ini sangat mungkin mengimplementasikan sebuah ERP Sistem yang berpondasikan kepada proses bisnis perusahaan. Ada banyak sekali line bisnis unik terutama yang ada di Indonesia, umumnya bisnis tersebut khawatir saat mengimplementasikan ERP. Bahwa program ERP yang ada tidak dapat mengcover keseluruhan proses pekerjaan mereka ataupun dengan implementasi erp maka mereka harus mengubah pola kerja mereka secara drastic dan mengganggu keseimbangan sistem yang mereka rasakan saat ini.
- Waktu Implementasi lebih lama dari yang diharapkan.
Implementasi ERP umumnya berlangsung lama, ada hal hal yang menghambat sebuah ERP untuk menjadi molor dari tahapan Go Live seharusnya. Ada berbagai macam kendala yang biasa terjadi masih adanya perubahan di tingkat bisnis proses yang akan berpengaruh terhadap keseluruhan sistem yang ada. Umumnya perubahan bisnis proses lah yang membuat implementasi ERP menjadi terlambat dan delay hingga berminggu minggu atau berbulan bulan dari jadwal yang seharusnya hal tersebut merupakan kegagalan implementasi ERP yang kedua. Selain itu factor data updatejuga mempengaruhi waktu implementasi. Sebuah sistem ERP merupakan sistem yang integrated, artinya setiap bagian bergantu terhadap bagian lain untuk melakukan pekerjaan jika ada satu bagian yang terputus dalam melakukan update data maka hal tersebut akan berpengaruh terhadap data yang ditransfer ke bagian lain, imbasnya adalah laporan yang menjadi tolak ukur sebuah keberhasilan ERP menjadi tertunda atau salah.
3. Aktivitas Pra-elementasi tidak berjalan dengan baik.
Sebelum implementasi berlangsung maka diperlukan berbagai macam persiapan yang harus dilakukan dengan baik dan matang diantaranya adalah (jumlah user yang menggunakan sistem (melakukan entry data) dan juga tugas, kewajiban dan wewenang dari user tersebut. Infrastruktur yang diperlukan dalam hal implementasi, saldo awal master data untuk kepentingan go live. Hal tersebut merupakan hal hal pokok yang wajib dilakukan oleh perusahaan jika ingin implementasi erpnya berjalan dengan baik. Tanpa adanya hal hal tersebut maka dijamin impelementasinya akan terhambat dan molor dari schedule yang selanjutnya. hal ini menjadi kegagalan implementasi ERP yang ketiga.
4. User tidak dipersiapkan dengan baik untuk menerima dan mengoperasikan sistem baru
kendala Implementasi ERP yang terakhir ada pada training user, Sebelum go live sistem ERP, umumnya setiap user yang bersinggungan langsung dengan program akan di training untuk bisa menerima dan mengoperasikan sistem baru. Oleh karena itu setiap user yang menerima dan mengoperasikan harus melewati masa training. Ada kalanya pada masa training user yang bersangkutan tidak ikut namun saat sistem berjalan tiba tiba ada user yang langsung diberi kewajiban mengoperasikan padahal sebelumnya tidak training hal ini akan berimbas kepada lambatnya data update dan molornya jadwal implementasi.
Contoh :
Pada tahun 200, produsen makanan raksasa yang berpusat di Switzerland, Nestle SA, menandatangani kontrak SAP untuk suatu sistem ERP senilai $200 juta ini, Nestle masih perlu menambahkan $80 juta untuk jasa konsultasi dan pemeliharaan. Jumlah ini merupakan tambahan terhadap $500 juta yang dialokasikan untuk perangkat keras dan peranti lunak sebagai bagian dari proses pemeriksaan data pusat. Jeri Dunn, CIO di Nestle Amerika Serikat, mengatakan pernerapan yang sukses bergantung pada perubahan proses bisnis dan perolehan komitmen yang universal. Hanya dengan cara inilah, kemudian sebuah organisasi dapat berfokus pada pemasangan ERP ini. Dengan banyaknya divisi otonom dan 200 perusahaan serta cabang di 80 negara, tantangan untuk mengubah proses dan memperoleh komitmen menjadi sangat besar.
Proses standarisasi sulit, penuh dengan kesalahan dan jalan buntu. Nestle memiliki 28 titik pemesanan pelanggan, sistem pembelian majemuk, dan tidak memiliki gambaran tentang banyaknya produk yang telah diproduksi oleh vendor tertentu; setiap pabrik melakukan pembelian sendiri dengan spesipfikasinya masing-masing. Nestle AS membayar vanila dengan 29 harga yang berbeda-beda dari satu vendor yang sama.
Basis data dan proses bisnis umum yang baru dibuat mendorong adanya data yang konsisten dan peramalan permintaan yang lebih dapat dipercaya bagi banyak produsen nestle. Sekarang, peramalan Nestle dilakukan hingga ke pusat distribusi. Peramalan yang telah diperbaiki ini membuat perusahaan dapat mengurangi persediaan dan pengeluaran transportasi yang terjadi ketika ada terlalu banyak produk yang dikirim ke satu tempat, sementara ditempat lain kekurangan. Peningkatan rantai pasoknya dapat menghemat Nestle senilai $325 juta.
Proyek ERP dikenal sangat menyita waktu dan menghabiskan banyak uang; pada kasus nestle sekalipun, hal ini demikian. Namun setelah hampir 3 tahun, modul terakhir dari sistem nestle dipasang dan Nestle siap menyatakan instalasi ini berhasil.
DFTAR PUSTAKA
- Heizer, Jay dan Render, Barry. 2010. Manjemen Operasi Jilid 2. Jakarta : Salemba Empat.
- Software ERP Indonesia. http://software-erp-indonesia.com/index.php/2015/09/14/kendala-dan-penyebab-kegagalan-implementasi-erp/#more-66. Diakses 25 September 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar